Language

Jumat, 27 Juli 2012

Engkau Yang Bimbang


Engkau Yang Bimbang
Di ujung jalan terlihat seseorang berdiri lesu, sebatang ranting tergenggam erat ditanganya sesekali dia tusukan ke tanah gersang yang dia pijak. Bimbang dan tak mengerti arah mana yang harus ddia lalui. Dari kejauhan terlihat seorang kakek tua menghampiri dan samar-samar terdengar pertanyaan dari bibirnya yang kering.
“hei nak, ada apa gerangan engkau murung?sediakah engkau ceritakan kepadaku tentangmu untuk menemani perjalananku nanti?”
Dia tersentak kaget dari lamunanya, sambil meneteskan air mata yang tertahan dia pun tak sanggup untuk menahan lagi segala kegundahan yang ddia rasakan.
“eh kekek, sudikah engkau mendengarkan isi hatiku yang hina dan kotor ini?aku hanyalah orang yang terbuang, tidak ada satu tempat yang bisa aku singgahi dalam perjalananku, kini aku bingung arah mana lagi yang harus aku tuju?mereka hanya akan menempatkanku di bak sampah karena semua hal yang telah aku lakukan, dengan kepribaddian dan keadaanku yang seperti ini aku tidak mungkin untuk kembali menjadi sesuatu yang berarti untuk mereka?”
Sang kakek hanya tersenyum sembari menunjukan segenggam tanah busuk di tanganya.
“coba nak ambilah tanah busuk ini, hirup aroma yang dikeluarkanya”
“dari situlah manusia berasal dan akan kembali ke tampat itu kelak”
“coba engkau perhatikan sekitarmu ada begitu banyak pepohonan yang tertanam di tanah gersang ini, adakah salah satu dari mereka menyerah untuk hidup?ketika pohon kecil mulai tumbuh, tertanam lah sejjuta harapan untuk menjadi besar hingga suatu saat nanti bisa menjadi pelindung tempat tinggalnya yang berupa tanah gersang itu. Setelah dia tumbuh besar apakah dia akan merasa cukup?. Lihatlah ketulusanya untuk melindungi dan memberi kehidupan pohon-pohon kecil di sekitarnya, disaat terik datang, tanah menjadi gersang, dia akan menggugurkan daunya untuk tetap bertahan hidup,  memberi makan dirinya sendiri dan menyuburkan tanah di sekitarnya. Pohon-pohon kecil yang belum mampu menghasilkan makanan dari daunya sendiri akan kembali mendapatkan suplai makanan yang telah terkikis kemarau panjang. Sekarang perhatikan ranting-ranting pohon besar yang kering dan tak berdaun, apa gerangan yang masih dia tunggu?kenapa dia masih tetap berdiri tegak dan tetap bertahan setelah dia tidak lagi memiliki mahkota hijaunya?dia akan tetap berdiri hingga lapuk dan hancur karena ingin memastikan telah ada pengganti untuk tetap menjaga tanah gersangnya”.
“kini sejenak palingkan tatapanmu kearah kekek tua ini, tidakah engkau berpikir bahwa dahulu aku juga memiliki tubuh yang gagah sepertimu, jagan sampai engkau menyia-ndiakan tubuh kekarmu tanpa meninggalkan sesuatu yang berarti. Setelah engkau tua renta seperti aku, engkau tidak akan mampu lagi untuk berlari menuju cita-citamu.” Tanggalkan ranting di genggamanmu mulailah engkau gengam benih dan tanamkan sejuta harapan untuk semua orang dalam setdiap langkah dan tempat yang engkau singgahi. Percayalah jika benih yang engkau tanam adalah sebuah kebaikan maka orang-orang akan menantikan benih tersebut untuk tumbuh menjadi besar, dan terukir namamu dengan ketulusan hatimu.

Rabu, 25 Juli 2012

SALAK PONDOH MAMPU MENGANGKAT PEREKONOMIAN MASYARAKAT BANJARNEGARA

SALAK PONDOH
MAMPU MENGANGKAT  PEREKONOMIAN MASYARAKAT BANJARNEGARA
SALAK, Salah satu jenis tanaman yang mirip pohon kelapa, memiliki akar serabut, batang pohon berduri dan tinggi berkisar antara 2-2,5 meter.



 Meski pohon dan kulit salak penuh dengan duri tetapi tumbuhan ini memiliki peran yang sangat bersar untuk masyarakat Banjarnegara khususnya di kecamatan Banjarmangu, Madukara, kecamatan wanayasa( Desa Pandansari ) dan daerah sekitarnya. Yang tadinya banyak bertani padi dan jagung, seiring dengan waktu banyak masyarakat yang telah beralih bercocok tanam salak pondoh. Disamping harga salak yang relatif tinggi dan cenderung seimbang dengan biaya perawatanya salak juga bisa panen dua kali dalam 1 bulan, hal inilah yang mendorong para petani  beralih untuk menanam salak ketimbang padi yang memiliki siklus lebih lama yaitu sekitar 4 sampai lima bulan, tidak hanya hal itu jika bertani padi setiap panen para petani harus kembali mengolah tanah sawah dan menanam benih baru lagi, itu jelas perbandingan yang sangat jauh dengan pohon salak yang hanya cukup menanam sekali dalam kurun waktu yang cukup lama.
Tarwan, salah seorang petani salak asal desa Pandansari kecamatan Wanayasa, mengatakan bahwa perubahan ekonomi yang sangat drastis terjadi pada kehidupan ekonominya setelah beralih dari menanam padi menjadi petani salak pondoh. Dalam waktu dua tahun setelah penanaman bibit sudah bisa mengembalikan modal dari  hasil penjualan bibit yang di cangkok dari tanamanya.
Masa produktif pohon salak pondoh dimulai ketika pohon berumur empat tahun, masa produktif salak dapat bertahan hingga puluhan tahun jika dirawat dan di pupuk dengan baik.
Dengan proses sekali tanam dan masa produktif yang cukup lama pohon salak mampu merubah sebagian kehidupan ekonomi masyarakat Banjarnegara.

Rabu, 18 Juli 2012

TENTANG HIDUP

Terlihat seseorang tengah gundah, duduk termenung seakan enggan untuk beranjak. Tak sadar masa depan yang masih belum di jalani dan mungkin akan lebih berat akan datang menghampirinya. Kejaidian demi kejadian yang dia alami di masa lalu membuatnya enggan untuk melangkah lagi, sejengkal pun dia merasa takut untuk melangkahkan kakinya. Rasa trauma akan perjalanan hidupnya yang terus menghantui semakin bertumpuk ketika segala hal pahit selalu berulang dengan kejadian yang lebih pahit. Dahulu dia seseorang yang begitu bersemangat tanpa kata menyerah, ketika langkahnya harus terjerembab ke dalam lubang busuk, dia hanya tersenyum sambil membersihkan bau busuknya untuk kemudian kembali melangkah, tak sempat dia berdiri tegak, kembali di dihempaskan oleh seseorang ke dalam lubang yang penuh duri  hingga membuatnya terbalut luka yang amat perih dan harus meniti waktu yang panjang untuk kembali. Waktu yang selalu dia nanti untuk kepulihanya terasa sangat jauh untuk di telusuri, hingga dia memutuskan untuk beranjak dan mencari kehidupan yang lebih baik meski dalam keadaan yang cukup berat. Apakah dia bisa menemukan apa yang dia cari dengan waktu yang singkat??? Dalam perjalananya, pertanyaanya pun terjawab, bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, kembali dia harus mengerti beratnya kehidupan ini.
Dalam keadaanya yang masih di ambang tenggelam  di satu titik kehancuran, terlihat satu titik terang kehidupanya. Dengan langkahnya yang gontai, dia mencoba untuk menghampiri cahaya terang yang menarik perhatianya, tak segan dia mencoba untuk menanyakan “ bisakah engkau menrariku dari linkgkaran kelam yang selama ini telah aku buat sendiri?”, satu senyum dia dapatkan dari seseorang yang telah menjadi kunci untuk membuka pintu perjalanan hidupnya yang baru. Waktu yang cukup panjang menemaninya dengan berbagai hal baru yang cukup untuk membuatnya mengerti bagaimana untuk tersenyum. Tak sadar bahwa dirinya telah menguntit sebutir berlian yang terbungkus kain sutra, meskipun berlian tersebut tak pernah sekalipun merasa bahwa dirinya begitu indah, tanpa sadar telah membawanya masuk ke dalam onggokan sampah yang terus terlihat menumpuk dalam kepribadianya. Hingga sang berlian pun enggan untuk berada dalam kehidupanya, perlahan menjauh untuk tetap menjaga keindahanya.
Kini dia mulai menyadari semakin dirinya bertahan akan semakin mambuatnya terlihat busuk, dia pun tidak menyerah untuk kembali beranjak dan mencari satu sisi kehidupan lain yang mungkin bisa dia singgahi. Namun dia telah terbungkus sampah busuk yang melekat dalam dirinya, setiap jalan yang dilaluinya menjadi terasa begitu luas tanpa ada suara gaduh sahabat-sahabatnya yang dulu menemaninya, pandangan matanya menjadi begitu jauh hanya sekedar untuk melihat senyum dan canda tawa teman-temanya. Hembusan angin membawanya terbang melalui berbagai macam kehidupan dan terkadang berhenti membuatnya singgah dalam satu tempat baru, sejuta  harapan untuk bisa mendapatkan tempat selalu tertanam dalam hatinya di setiap persinggahanya. Apa yang dia dapatkan, sebenarnya telah dia mengerti sejak awal, bahwa sampah hanya akan terbuang, selalu terlemper kesana-kemari. Semua berulang begitu saja tanpa dia minta, tak pernah seklipun dia meminta untuk menjadi seperti itu. Sesekali dia ingin berkata “ bantulah aku untuk beranjak, aku sudah tidak bisa lagi melipat diriku sendiri untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, bahkan masuk ke dalam bak sampah pun, untuk sekedar tidak menggaggu orang lain aku sudah tidak mampu. Ijinkan aku mengemis, kotorilah sejenak tanganmu, sentuhlah aku, tegakkan aku, letakan aku dalam singgasana kehidupan yang lebih baik”. Namun dia pun harus tahu bahwa takan pernah ada seorangpun yang akan menganggapnya berarti, bahkan dia pun harus bisa menerima ketika seseorang mencoba untuk melemparnya jauh-jauh dengan perasaan jijik dan sebatang kayu ditanganya.
Semakin hari dia terlihat semakin tertunduk dan semakin takut untuk beranjak, tak sadar bahwa selama ini jika dia selalu terlempar kesana-kemari adalah sebuah anugerah pemberian Tuhan yang tidak pernah bisa diberikan manusia dan tak pernah seklaipun dia sadari. Jutaan pengalaman yang sebenarnya telah membuatnya belajar dan semakin menjadikanya seseorang yang memiliki kehidupan lebih luas namun tak pernah dia mengerti. Mengertikah dia ketika terlempar ke dalam lubang busuk, dia pasti akan mengetahui bagamina untuk membuang bau busuk yang melekat pada tubuhnya, disaat dirinya terlempar ke dalam lubang yang penuh duri, dia akan memahami bagaimana mengobati luka yang sangat perih untuk dirasakan, setiap kejadian yang dia rasakan akan menjadi sebuah tameng untuk masa depan yang mungkin akan lebih berat dia jalani, sesungguhnya dia telah belajar sebelum yang lain mempelajari dan enggan unutk mengerti.
“Waktunya untuk beranjak dan mengerti bahwa hari esok masih ada dan masih harus untuk di jalani”
“Always standing, whereas standing is not easy”